Realitas tidak berada dalam konsep dan ide, seperti halnya ombak berhenti menjadi ombak ketika ditempatkan dalam sebuah bejana

Rabu, 11 Januari 2012

Pikiran yang Menyamar Sebagai Kesadaran

Entah berapa lama aku mengalami ini, mungkin berminggu-minggu yang lalu. Saat ini telah tiba waktunya bagiku pada sebuah kesadaran yang merupakan “penglihatan”. Penglihatan, penglihatan saja. Dengan kata lain, kesadaran adalah penglihatan penuh disertai dengan kelupaan total. Kesadaran tak terbakukan. Aku salah menyadari pikiran sebagai kesadaran. Kesadaran bersifat spontan, melihat penuh segala pikiran tanpa menamakan dirinya sebagai kesadaran. Dalam kasusku kesadaran selalu muncul sebagai pengalaman sekilas. Setiap kali aku ingin memasukinya aku sadar bahwa itu adalah pikiran yang ingin membangkitkan diri sebagai kesadaran. Tak ada standar bagi sesuatu untuk disebut sebagai Kesadaran. Kemudian bagaimana pula aku dapat membedakan kesadaran dengan pikiran. Itulah misterinya, kesadaran datang dalam keadaan melihat penuh, bahkan saat itu aku tak akan mampu lagi untuk berpikir ini kesadaran atau bukan, aku melihat kebenarannya. Aku membiarkan diriku melupakan dan melepaskan, hingga aku kembali tak tahu apa kesadaran itu.

Kesadaran yang Sederhana

Kesadaran yang Sederhana

Sederhana sekali, sehingga tak perlu melakukan studi pustaka maupun membuat hipotesis. Hanya sebuah kesadaran yang tumbuh dari matangnya buah pengalaman yang terjatuh dengan sendirinya. Kekacauan yang terberikan jawabnya, kesedihan yang tak berkelindan, kebingungan yang membukit, pencarian cara atau solusi yang tak memuaskan. Kesadaran yang tumbuh karena melepaskan yang memang seharusnya dibiarkan keluar. Jika kebingungan, kehawatiran, kesedihan,amarah mengglayut hingga tak terlihat lagi batasan di antara mereka. Maka anda telah layak memasuki jurang kesadaran yang dalam dan sederhana kenampakannya. Kuncinya terletak pada pelepasan sekaligus pembiaran perasaan menyesakkan yang telah mendera. Bukan menekannya dengan cara tertentu yang akan menempatkan perasaan itu dalam bawah sadar. Saat perasaan berkecamuk datang, kepala terasa berat. Tak ada suatu keadaan lain yang perlu dipaksakan untuk menentang keadaan berkecamuk itu. Menyakitkan memang. Karena seandainya kita tanpa pikiran, barangkali keadaan tersebut adalah keadaan alami seperti pergantian siang dan malam yang wajar. Hingga-hingga kata-kata dan rumusan tak mampu keluar untuk menjelaskan hal itu .Maka risalah ini akan tampak absurd dan membingungkan karena tak sistematis. Yang jelas pengalaman yang telah anda lewatilah yang utama. Bukan berusaha memahaminya secara intelektual belaka. Mereka yang telah mengalami dan siap, akan memahaminya.

Holy Shit! For Poor Theresa

Holy Shit, kesucian yang disematkan padamu tak berarti apa-apa, selain sebagai sebuah represi dan penahanan bagi sifat- sifat burukmu! Tak ada kesucian! Tak ada julukan bagi santa dan santo dari sebuah penahanan. Hanya kualitas “penglihatan” dari sebuah kesadaran yang terbebaskan dari kesucian dan keburukan. Santa Theresa dengarkanlah...seseorang akan membisikimu. Seseorang yang dulunya mengirimimu surat sebagai sebuah penolakan akan nobel yang telah kau terima, dan kau menyalahartikannya.
“Pencarian berarti pemisahan. Pencarian berarti penderitaan. Kamu bisa mencari, dan semuanya menjadi sia-sia. Hal ini adalah sesuatu yang buruk sejak awal, karena bagian terdalam kita adalah apa yang kita cari. Yang dicari menjadi pencari hal tersebut menjadi sebuah kerancuan. Ketika segala pencarian terlepaskan, menjadi layu, dan kau tak punya lagi harapan, kemudian tiba-tiba..
Kau adalah apa yang kau cari. Tiba-tiba kau menjadi terpusat. Pencarian menyesatkanmu. Semakin mencari, semakin frustasi dirimu. Semakin frustasi yang kau rasa maka kau akan semakin mencari. Hal ini akan menjadi lingkaran setan, terus-menerus berulang dan tiada akhir. Seseorang harus menyadari kekeliruan pencarian. Carilah! dan kau tak akan menemukan. Jangan mencari, kitalah apa yang kita cari.
Tetapi sangat sulit untuk menghentikan pencarian dan pengharapan, karena ketika semua itu terhenti, semua hal akan terlihat sia-sia. Jika tak ada harapan, kenapa seseorang harus hidup? Untuk apa? Apa artinya?. Maknaya ada di sini, sekarang! Ini bukan tentang pencarian. Tetapi pikiran selalu berkata jika kamu tidak mencari, jika kamu tidak berusaha, hal itu tidak akan terjadi padamu. Pikiran bukanlah apa-apa kecuali harapan dan keinginan serta gairah akan masa depan yang bergegas maju dan terus bergerak. Pikiran adalah penyakit. Kamu harus mengerti, masalah utamanya adalah pikiran. Kamu harus memahami bagaimana cara fungsinya, bagaimana caranya pikiran memroyeksikan keinginan menuju masa mendatang. Pikiran selalu memberikan aktivitas bagimu, tetapi bukan kebahagiaan. Pikiran menjagamu tetap bekerja. Tetapi hal itu membuatmu bunuh diri secara perlahan, tidak ada hal lain selain itu. Jadi, renungkanlah! Mengenai mekanisme pencarian, pikiran, proses berpikir. Sekali kamu melihat pada pikiran yang berlalu-lalang dalam kepalamu dan bagaimana semuanya terjadi. Seluruh permainan pikiran akan nampak jelas. Suatu hari ketika kau dalam kejernihan itu, pikiran dengan segala isinya menghilang, seola-olah tak pernah ada. Menghilang seperti mimpi.”
“Agama yang sejati adalah agama yang datang untuk “memahami” pikiran sebagai suatu akar permasalahan dari segala penderitaan. Tuhan ada di sini sekarang!. Kamu tidak perlu mencapainya, atau menghasilkannya. Tuhan selalu ada sebagai suatu kualitas, bukan sebagai sosok. Hilangkan ide tentang Tuhan sebagai sosok yang tinggal jauh di atas sana. Tuhan adalah kualitas seperti keceriaan,kebahagiaan. Dialah Kesadaran Murni “kita” .God Is The Great Nothing ,_Osho “

Poor Theresa

Sedih melihatnya mencari seumur hidupnya hingga tubuhnya renta dan pencariannya berakhir pada keraguan. Pelayanan luar biasa pada orang miskin sebagai wujud pelayanan dan kasihnya terhadap Tuhan. Dia menginginkan kerinduannya pada Tuhan terjawab dengan melakukannya. Tapi-tapi, hal itu berlawanan dengan keinginannya. Kehampaan dan kegelapan semakin menyelimutinya. Hingga harus menulis semua memoar kegelapannya dalam setiap halaman-halaman bukunya untuk mempertanyakan dan mengurangi beban batinnya. Dan ia masih mencari jawaban dari Tuhan mengenai penderitaannya. Tapi sungguh ironis lagi melihat seorang pendeta yang pernah Bunda Teresa melakukan pengakuan padanya. Dia telah mencapai derajat tinggi, entah itu melalui terang atau gelap itu tak masalah. Kemudian memberinya sedikit ketenangan dengan mngutip salah satu ayat. Bahwa penderitaan itu adalah kuasaNya, biarlah itu berlaku atasmu. Ditambah lagi pendeta itu mengatakan bahwa bunda sungguh bahagia di dalamnya. Jika ia telah mengalami pemenuhan untuk apa ia selalu berkeluh kesah dan datang padamu!. Hingga kematiannya ia menulis dengan penuh ragu, Apakah Tuhan ada!
Lihatlah! Hal yang sangat paradoks, yang gigih dan berkeras untuk mencari malah tak menemukan! Yang telah berhenti dan rileks malah menemukan, aneh! Akan ada penjelasan lanjutan. Semoga!