Realitas tidak berada dalam konsep dan ide, seperti halnya ombak berhenti menjadi ombak ketika ditempatkan dalam sebuah bejana

Rabu, 29 Juni 2011

Rebellious Spirit

Rebellious Spirit

Agama telah terkerdilkan dengan hanya menjadi lembaga himpunan dogma. Yang berkutat pada pemutihan dosa dengan menawarkan bentuk~bentuk ibadah formal yang pas dengan dosa yang telah diperbuat. Hanya sampai di situkah peran agama ? menawarkan ibadah dengan segudang janji di alam nanti. Masih mampukah agama memberikan solusi nyata di tengah kesulitan hidup kita? Atau agama tak mau menerima hal baru dan mengatakan hal itu tidak ada di kitab suci mereka?.
Para nabi, para suci, mesias, atau apapun yang mereka sebut sebagai “pendiri” agama mereka, yang sebenarnya para nabi maupun “sejenisnya” tak pernah bermaksud ke arah pembentukan agama baru. Selalu mempunyai “semangat pemberontakan”, “pemberontakan terhadap dogma~dogma usang “ yang telah digunakan para “atasan” dalam hal ini bisa penguasa maupun pemuka agama untuk membantu melanggengkan kenyamanan mereka. Mereka selalu menakuti dengan ini dan itu agar “bawahan’ mau tunduk dan mereka bisa menikmati status quo mereka.
Seperti sebuah siklus yang tiada henti. Setiap para nabi yang membawa semangat pemberontakan dan perlawanan terhadap dogma~dogma usang selalu sulit untuk diterima. Tetapi setelah kematiannya baru mereka diterima dan ajarana mulai didogmakan. Yesus datang untuk kembali membangun kemanusiaan dengan pernyataannya bahwa dia adalah anak manusia. Hal itu dapat dipahami dengan mengambil analog Mahatma Gandhi. Jika kita sangat mencintai paham anti kekerasan dan benar~benar ingin menegakkannya, tentu kita akan menamakana diri kita Anak Gandhi. Ironis, Martin Luther King yang dianggap “pendiri” Kristen Protestan juga menentang adanya indulgensi atau penghapusan dosa katolik dengan cara membayar sejumlah uang, berperang, pengakuan dosa dll. Dogma yang ditentang hanya diganti dogma baru yang berkutat pada ibadah formalitas saja. Dianggap merupakan agama baru yang sah dari para nabi, mungkin begitu anggapan mereka.
Kita telah begitu terkondisi dengan pemahaman baku dari segelintir kelompok yang telah diterima orang banyak dan kita anggap sebagai kebenaran. Adakah para nabi ingin mendirikan agama baru? Jawaban Ya, jika kita telah terkondisi dengan jawaban baku yang ada. Tidak, jika kita berpikir ulang dengan mengaitkan masalah tersebut dengan keadaan masa kini. Katakanlah agama mayoritas pada saat ini di Indonesia islam dan Nasrani. Zaman nabi Muhammad nasrani dan yahudi, Nabi tidaklah termasuk salah satu diantaranya malah membawa risalah baru dan kemudian disebut sebagai “pendiri” agama baru. Pada masa kini maupun masa lalu mungkin respon masyarakat tidaklah jauh berbeda. Pasti akan menentangnya, dengan berbagai alasan. Para penguasa zaman nabi pun mentah~mentah menolaknya karena nabi jelas melarang penyembahan berhala di Ka’bah yang didatangi banyak orang dan para penguasa mendapatkan materi dari penjualan hal~hal yang dibutuhkan para peziarah ka’bah. Tentu pelarangan tersebut akan sangat merugikan secara finansial. Jadi penentangan pun bisa bersifat sangat politis. Para nabi tidaklah membawa ritual baru yang harus dilakukan, melainkan “spiritualitas”. Spirit behind ritual. Ajaran yang berlaku universal, yang tak terikat bentuk dan cara.
Para Nabi akan selalu diterima kecuali di negeri sendiri. Isa atau Yesus harus dikejar~kejar untuk disalibkan lantaran ajarannya dituduh menentah otoritas romawi. Muhammad juga harus hijrah. Budha juga harus diracun. Hanya sedikit orang yang bisa menerima mereka dan mereka yang menerima mereka adalah “sahabat”dalam arti sebenarnya. Yang tersiram jiwa mereka dengan anggur ilahi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar